Bangunan Kuno di Madiun 2

Sejarah Berdirinya T.I.T.D. Hwie Ing Kiong - Madiun

 

 Kelenteng Hwie Ing Kiong merupakan kelenteng dengan pujaan utama YM Mak Zu Thian Shang Sheng Mu, cukup banyak altar yang ada didalam kelenteng ini, terdapat bangunan pagoda 3 tingkat yang sangat indah, didalamnya terdapat altar dengan tiga tingkatan yang paling atas adalah Yu Huang Da Di, ditengah Maitreya, sedang di bawah adalah Tee Cong Ong Pu Sa.

Selain sangat luas, pada saat disana banyak sekali muda-mudinya hal ini sangat membangakan untuk kedepannya, generasi muda ini menjadi tongak penerus di kelenteng Hwie Ing Kiong
pagoda 3 lantai dengan pilar naga dan kura-kura
hal yang sangat menarik didalam kelenteng meski lantainya sudah lama tetapi tidak diganti, dikarenakan ada banyak jejak kaki hu shen yang dipercaya dahulu hu shen keluar membantu umat hwie ing kiong, selain itu juga terdapat altar pemujaan terhadap pendiri dan orang-orang yang berjasa dalam kelenteng Hwie Ing Kiong, inilah adalah bentuk bakti yang dalam kepada leluhur.


Sejarah Kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun

Tempo doeloe Jalan HOS Cokroaminoto Madiun sudah menjadi kawasan yang ramai. Wilayah ini merupakan jantung ekonomi masyarakat baik dulu maupun sekarang. Sisa-sisa bangunan kuno yang menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan kawasan pedagang Tionghoa masih dapat ditemui meski yang bisa ditemui hanya beberapa saja. Salah satunya adalah tempat ibadah bagi pemeluk Tri Dharma yang bernama Kelenteng Hwie Ing Kiong.

Kelenteng ini terletak di Jalan HOS Cokroaminoto No. 63 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur, atau tepat berada di depan SMPN 6 Madiun.
Pada zaman dulu, ada seorang tokoh Tionghoa yang ingin membangun sebuah tempat ibadah. Mereka adalah Tan Bik Swat bersama kawan-kawan lainnya. Karena belum mendapatkan lokasi yang tepat, awalnya Kelenteng pemujaan yang sangat sederhana didirikan di sebelah barat Sungai Madiun, terletak di samping jembatan sebelah barat. Mereka membawa patung Ma Zu Thien Shang Shen Mu setinggi 97 sentimeter langsung dari Tiongkok guna disembahyangi di Kelenteng tersebut.
Lalu, mereka berusaha lagi untuk mencari sebidang tanah guna mendirikan tempat ibadah yang lebih luas dan representatif. Kisah ini bermula, pada tahun 1887 didapati seorang istri Residen Belanda yang ditunjuk sebagai penguasa tertinggi wilayah Madiun saat itu, sedang menderita suatu penyakit yang cukup serius. Semua dokter Belanda yang bertugas di Jawa menyarankan agar istri Residen Belanda dibawa pulang ke Negeri Belanda guna mendapatkan perawatan yang intensif di sana. Saran tersebut membuat Residen pusing tujuh keliling lantaran jaraknya yang begitu jauh dengan kondisi transportasi yang ada ketika itu tentunya memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai di sana
Di saat galau tersebut, datanglah seorang teman Sang Residen, Kapiten Liem Koen Tie. Dia adalah pemimpin masyarakat Tionghoa yang ada di Madiun. Kapiten Liem Koen Tie menawarkan untuk mencoba menyembuhkan penyakit istri Residen Belanda dengan ramuan obat tradisional yang didapat dari kumpulan resep obat Ma Zu Thien Shang Shen Mu melalui metode Djiam Sie dan Pak Pwee, semacam metode penyembuhan melalui spiritual dengan bantuan sepasang bandul serta bilah bambu. Alhasil, istri Residen Belanda bisa sembuh.

Oleh karenanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih Sang Residen Belanda, kemudian beliau bersedia memberi kemudahan kepada perhimpunan masyarakat Tionghoa saat itu untuk mendapatkan tanah di tengah kota seluas kurang lebih satu hektar guna pembangunan Kelenteng yang lebih layak.
Setelah tanah berhasil dibeli, lantas dimulailah pembangunan Kelenteng tersebut pada tahun 1887. Dana yang dipakai untuk membangun Kelenteng ini berasal dari sumbangan masyarakat Tionghoa yang bermukim di Madiun kala itu. Seperti halnya dengan Kelenteng megah lainnya yang ada di Jawa, pengerjaan dilakukan oleh para arsitek yang didatangkan secara khusus dari Tiongkok, dan memakan waktu sekitar 10 tahun untuk menghasilkan bangunan Kelenteng yang megah, anggun, dan indah. Setelah selesai, Kelenteng ini diberi nama Hwie Ing Kiong yang secara harafiah memiliki makna “Istana Kesejahteraan.”
Pada peresmian Kelenteng Hwie Ing Kiong pada tahun 1897, Sang Residen berkenan mendanai pembuatan tiang-tiang penyangga utama Kelenteng serta menghibahkan pula sejumlah keramik asli dari Negeri Belanda yang ditempatkan di altar Ma Zu Thien Shang Shen Mu, altar Dewa Gay Chiang Shen Ong, dan altar Dewa Guan Ze Zun Wang.
Seiring perkembangan zaman, Kelenteng ini terus diperluas dan dimajukan bangunannya hingga berbentuk seperti sekarang ini. Di bagian depan dibangun 4 pilar dengan ukiran naga, dan di belakang didirikan pagoda berlantai empat. Sebelum di bangun pagoda, di belakang Kelenteng ini menjadi tempat magersari bagi masyarakat Tionghoa di sana, sehingga tampak kumuh.
Lalu, di samping kiri dan kanan bangunan utama Kelenteng ini dibangun gedung untuk kantor dan sebagai balai pertemuan yang cukup luas. Balai pertemuan tersebut memberikan pemasukan bagi yayasan pengelola tempat ibadah ini.
berikut foto-foto kelenteng Hwie Ing Kiong Madiun 

 





sumber : tradisitridharma.blogspot.co.id/2015/05/hwie-ing-kiong-madiun.html

Share on Google Plus

About Pakdhe aswin

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

  1. bisa minta tolong jelaskan sejarah desa dimong?? apa ada kaitannya dengan mbah sireng??. karena masih ada garis keturunan dengan saya.. mohon bantuannya,, bisa email ke sanggadaha@gmail.com terimakasih banyak

    BalasHapus